P
A T A B A
ASET
BUDAYA DAN WISATA BLORA
Disarikan
dari tulisan Yuni Kiki Handini
Pendahuluan
Pramoedya Ananta Toer
adalah sosok legendaris sastra Indonesia yang beberapa kali masuk nominasi
penerima hadiah Nobel. Karyanya lebih dari 50 judul, yang sudah diterjemahkan
dalam 41 bahasa dunia. Karya yang paling fenomenal adalah Tetralogi Buru : Bumi
Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.
Banyak hal yang membuat
Pramoedya menjadi besar dan sangat layak dijadikan contoh bagi generasi muda, dalam
hal keteguhan memegang prinsip, keberanian melawan tirani, produktivitas karya
dan ketekunan mendokumentasikan segala hal.
Obsesi Pramoedya
sebelum meninggal adalah menyusun ensiklopedi Indonesia, serta membangun rumah
budaya di tanah kelahirannya Blora. Obsesi itu diwujudkan oleh adiknya, Soesilo
Toer. Adik kebanggaan Pramoedya, yang doctor jebolan Plekhanov itu membangun
perpustakaan di rumah pusaka keluarga Toer di Jl. Sumbawa 40 Jetis Blora.
Perpustakaan itu diberi nama Pataba, akronim dari Pramoedya Ananta Toer Anak
Semua Bangsa.
Latar Belakang
Berdirinya Perpustakaan Pataba
Perpustakaan Pataba adalah
perpustakaan yang didirikan oleh Soesilo Toer, untuk mengenang Pramoedya Ananta
Toer sang kakak yang telah meninggal pada 30 April 2006. Perpustakaan itu memanfaatkan
bekas dapur yang direnovasi sebagai paviliun untuk Pram, ketika sedang berada
di Blora. Ruangan ukuran 5x4 meter persegi, yang berada di samping kanan rumah
utama itu, memuat koleksi buku-buku pribadi Soesilo Toer dan sebagian buku milik
kakaknya, Promedya dan Koesalah Soebagya Toer.
Pataba dan Rumah Budaya
Perpustakaan Pataba,
yang selanjutnya dalam tulisan ini disebut Pataba, adalah perpustakaan yang
sangat potensial untuk menarik pengunjung karena perpustakaan ini lain dari
perpustakaan umumnya. Setiap pengunjung akan disambut oleh empunya Pataba,
Soesilo Toer. Mereka yang datang selalu disediakan air minum kemasan dan
cemilan. Saatnya makan, mereka akan
diajak makan bersama-sama keluarganya. Pak Soes, panggilan akrab Soesilo Toer
dengan senang hati dan bersemangat senantiasa membagi pengalamannya, baik
sebagai pribadi maupun sebagai adik pengarang pemenang Magsaysay itu.
Selain dimanfaatkan
sebagai perpustakaan, rumah peninggalan Mastoer itu juga menyimpan berbagai
benda bersejarah yang berkaitan dengan Pramoedya Ananta Toer dan keluarga
besarnya. Di rumah utama masih tersimpan
kursi-kursi dan lemari tua, peralatan makan tempo dulu, televisi hitam putih,
mesin ketik dan foto-foto keluarga, lukisan maupun patung. Ada souvenir khas yang
bisa dibawa pulang oleh pengunjung berupa kaos bergambar Pram, atau souvenir
menarik yang lain. Tentu semua mengkait dengan Pram, sebagai ikon perpustakaan
itu.
Pataba dan Aset Wisata
Blora
Banyak tamu dari luar
negeri asing datang ke rumah tua di Jl. Sumbawa No.40 Jetis Blora, tempat
Pataba berdiri sekarang. Entah dari mana mereka tahu tempat itu. Faktor
Pramoedya Ananta Toer yang mendorong tamu asing ingin menginjak langsung Blora,
rumah, tanah kelahiran dan kampung halaman penulis itu. Bagi mereka, Blora
adalah Pramoedya Ananta Toer.
Bukan saja dari luar
negeri yang berminat terhadap Pram, dan segala memorabilianya, dari dalam negeri antusiasme terhadap Pram juga
cukup tinggi. Terbukti banyak tokoh dari berbagai latar belakang SARA, ideologi
maupun budaya yang datang ke Pataba. Fakta tersebut merupakan aset yang sangat
potensial bagi Pataba khususnya, dan pemerintah Blora umumnya.
Upaya
Pataba Wujudkan Rumah Budaya
Pataba sudah melakukan
berbagai kegiatan untuk mempertahankan identitas dan eksisitensi dirinya.
Kegiatan itu tak lepas dari ruang lingkup baca, tulis maupun seni dan budaya.
Lomba menulis pelajar tingkat nasional, yang kemudian hasilnya diterbitkan oleh
Pataba Press dalam bentuk buku berjilid. Kegiatan memperingati hari
meninggalnya Pramoedya Ananta Toer dengan berbagai bentuk pegelaran seni budaya
: baca puisi, pementasan teater, melukis wajah Pram dan lain-lain.
Keadaan Pataba Saat Ini
Kondisi Pataba saat ini
cukup memprihatinkan. Banyak hal yang butuh pembenahan dan penataan. Kendala utama
adalah dana. Namun Pak Soes, selaku penanggung jawab Pataba tidak pernah surut
dalam menjaga, mempertahankan Pataba, dengan berbagai upaya. Banyak ide
kreatifnya untuk mengupayakan dana itu, tanpa harus meminta. Menulis dan
menerbitkan buku untuk dijual kepada pengunjung Pataba, atau dijual saat ada
pameran buku di Blora. Lahan yang luas juga diberdayakan, ditanami aneka
tetumbuhan yang hasilnya kemudian diuangkan di pasar Blora.
Karena bangunan rumah
yang sebagian difungsikan sebagai perpustakaan dan tempat tinggal keluarga
Soesilo Toer merupakan milik kelurga besar keturanan Mastoer, sehingga pemilik
bangunan itu bukanlah Pak Soes seorang. Ketika keluarga besarnya menghendaki
agar rumah warisan dan lahannya itu dijual, Pak Soes tidak bisa mencegahnya. Andaikan
Pak Soesilo memiliki cukup dana, pasti rumah dan pekarangan warisan orang
tuanya itu akan dibelinya sendiri. Itulah sesungguhnya masalah yang besar, yang
sedang menghadang keberlangsungan Pataba.
Gagasan
Mewujudkan Pataba Sebagai Aset Budaya dan Wisata Blora
Beberapa hal dapat
dilakukan untuk mewujudkan Pataba sebagai asset budaya dan wisata Blora. Tentu
membutuhkan kerja sama dengan instansi pemerintah maupun swasta untuk dapat
mendukungnya.
Memperluas ruang
perpustakaan ke samping kanan, sehingga terasa lebih longgar ruang baca pagi
pengunjung. Salah satu ruang difungsikan untuk ruang baca dengan dilengkapi
kursi dan meja baca atau meja lesehan. Buku-buku karya Pram dan buku-buku
berharga ditempatkan di ruang khusus dan hanya boleh dibaca di tempat.
Buku-buku umum dipajang di ruang umum dan boleh dipinjam untuk dibawa pulang
oleh anggota Pataba. Ruang pamer untuk memajang memorabilia Pram dan keluarga besar Mastoer. Ruang souvenir untuk
memajang berbagai souvenir khas Pataba,
yang bisa dibeli oleh pengunjung.
Rumah utama difungsikan
sebagai ruang publik yang dapat dijadikan sebagai tempat diskusi atau
sarasehan. Kamar di rumah utama dijadikan sebagai kamar penginapan bagi
pengunjung yang ingin merasakan langsung kamar yang pernah dipakai tidur oleh
Pram.
Mengadakan kegiatan
rutin berkala, berupa pentas seni dan budaya dengan mengambil momen peringatan
kematian, atau kelahiran Pram. Bagusnya mengambil hari kelahiran, karena Pram
lahir di Blora. Menyelenggarakan lomba menulis bagi kalangan pelajar tingkat
nasional yang sudah mulai dirintis tahun 2011. Memberdayakan lahan pekarangan
yang ada untuk pengembangan fauna dan satwa, sehingga selain merupakan cagar
budaya, Pataba juga mampu menjadi cagar alam.
Berbagai
Pihak Bisa Membantu Mewujudkan Gagasan Tersebut
Keberlangsungan Pataba
akan sangat bergantung kepada keluarga besar Pramoedya Ananta Toer
(adik-adiknya beserta anak keturunanya). Jika keluarga besar menghendaki
mempertahankan rumah pusaka itu untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
mencerdaskan bangsa melalui budaya membaca dan menulis, maka satu masalah sudah
ada jawabannya.
Pemerintah kabupaten
Blora, maupun pemerintah provinsi Jawa tengah dapat memberikan bantuan yang bersifat
tidak mengikat, karena sudah menjadi karakter Pataba, untuk tidak meminta
bantuan kepada siapapun. Bantuan itu bisa berupa buku-buku untuk menambah
koleksi pustaka yang sudah ada, maupun dana pemeliharaan.
Perusahaan-perusahaan
besar yang ada di Jawa Tengah seperti Djarum, Pura dan Polytron di Kudus,
Kacang Garuda dan Dua Kelinci di Pati dan lainnya, yang memiliki dana khusus
bagi pengembangan seni dan budaya. Selama ini perusahaan tersebut mau
mensponsori penyelenggaraan pentas seni musik maupun teater. Alangkah bagusnya
jika mereka juga mau mensponsori keberadaan Pataba yang juga tidak jauh lingkup
dari seni dan budaya.
Dinas pariwisata Blora
dan Jawa Tengah dapat memasukkan Pataba pada peta pariwisata sekaligus
mempromosikannya, sehingga semakin banyak tamu dari dalam dan luar negeri yang
dating ke Pataba.
YPPI (Yayasan Pengembangan
Perpustakaan Indonesia) dapat membantu mengembangkan perpustakaan yang dikelola
Pataba, sehingga mampu menjadi perpustakaan berstandar nasional bahkan
internasional, tanpa menanggalkan identitas Pataba yang sudah menjadi cirri
khasnya.
Peran media cetak,
audio maupun audio visual tingkat daerah, regional maupun nasional untuk
meliput kegiatan yang diselenggarakan oleh Pataba.
Langkah
Strategis Mewujudkan Gagasan Tersebut
Beberapa langkah
strategis yang dapat dilakukan untuk mewujudkan gagasan menjadikan Pataba
sebagai aset budaya dan wisata bagi Blora, Jawa Tengah bahkan nasional.
Membuat proposal yang
diajukan kepada pihak-pihak yang dapat membantu mewujudkan gagasan tersebut.
Membuat kesepakatan
dengan pihak-pihak yang dapat membantu Pataba untuk melakukan kegiatan yang
bersifat membangun dan positif bagi masyarakat di sekitar Pataba.
Merekomendasikan
Soesilo Toer, PhD, selaku penanggung jawab Pataba, untuk diajukan sebagai calon
lelaki sejati, sejuta prestasi di ajang pemilihan lelaki sejati oleh perusahaan
rokok Sejati.
Merekomendasikan
Soesilo Toer, PhD, untuk tampil di acara-acara televisi daerah dan nasional, sehingga
masyarakat luas lebih mengenal Pataba. Acara semacam Kick Andy maupun Mata Najwa di MetroTV, Satu Jam Lebih
Dekat di TVOne dan acara sejenis itu sangat pas untuk menampilkan profil
Soesilo Toer dan Pataba secara utuh.
Penutup
Pataba adalah gagasan
dari salah satu keluarga besar Toer, Soesilo Toer, adik kebanggan Pramoedya
Ananta Toer, yang kemudian diwujudkan untuk mengenang kakaknya tersebut. Namun
kenangan itu dibagi bersama untuk segenap lapisan masyarakat Blora, Indonesia
bahkan dunia. Suatu upaya mulia yang dilakukan di masa tuanya, untuk mewujudkan
cita-cita luhur mencerdaskan bangsa melalui budaya membaca dan menulis. Meski
begitu, upaya mulia itu, belum bisa diterima oleh pihak-pihak tertentu, karena
stigma yang masih melekat pada keluarga besar Toer.
Ketika layar sudah
dikembangkan, pantang untuk ditarik kembali. Soesilo Toer akan mempertahankan
keberlangsungan Pataba, yang sudah identik dengan dirinya. Segala bantuan akan
diterima dengan tangan terbuka, tanpa harus meminta.
Jikapun tak ada, orang
tua itu akan tetap berdiri tegak, meski sorang diri. Layaknya Napoleon
Bonaparte, “Ketika ada seribu tentara
berdiri, aku salah satu dari yang seribu itu. Ketika ada sepuluh tentara
berdiri, aku salah satu dari yang sepuluh itu. Ketika tinggal ada satu tentara
yang berdiri, akulah yang berdiri tegak itu!” (*)
Yuni
Kiki Handini
Mahasiswa
Angkatan 20069 Jurusan Ilmu Perputakaan Undip Semarang
Judul
asli naskah ini adalah:
“Perpustakaan
Pataba Sebagai Aset Budaya dan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Blora”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar