Di Balik Cinta Pertama
S
|
ebuah kebahagiaan yang begitu besar bagi
kami, akhirnya naskah terjemahan Maxim Gorky berjudul Cinta Pertama ini bisa terbit. Setelah melewati waktu yang panjang
sejak pertama kali kami menemukannya. Kalau diceritakan, beginilah alurnya:
Ketika itu kami diundang oleh keluarga Pak
Koesalah Soebagyo Toer menghadiri pemberian hadiah Pushkin Award yang diberikan
oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, kepada mendiang Koesalah Soebagyo Toer atas
jasa-jasanya memperkenalkan kesusasteraan Rusia kepada masyarakat Indonesia
dengan menerjemahkan karya-karya sastra Rusia selama lebih dari lima puluh
tahun. Acara tersebut diselenggarakan di Jakarta bertepatan dengan National Day
of Rusia di Hotel Mega Kuningan.
Sehari sebelum acara kami sudah ada di rumah
keluarga Koesalah Soebagyo Toer. Ketika itu Ibu Utati, menyarankan kami untuk
menerbitkan ulang buku Ibuku di Surga
karya Koesalah Soebagyo Toer yang sebelumnya pernah dicetak secara, kalau zaman
sekarang disebut, indie. Menurut Ibu Utati, buku itulah yang, “paling siap naik
cetak.” Tentu saja merupakan sebuah kehormatan bagi kami dapat menerbitkan buku
mendiang Koesalah Soebagyo Toer. Walau tak setenar sang kakak, Pramoedya Ananta
Toer, namun bagi para pecinta sastra Tanah Air tentu tahu. Selain dikenal
sebagai penerjemah, Koesalah Soebagyo Toer adalah penulis kronik, memoar,
puisi, lagu, cerpen, novel, cerita anak-anak, dan di kalangan penjual buku
(bekas maupun baru) dikenal sebagai dokumentator andal.
Kami memperoleh izin menyalin data dari
komputer Pak Koesalah Soebagyo Toer. Kesempatan ini kami manfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Semua data kami salin. Ketika kembali ke Blora dan memeriksa
data dari komputer Pak Koesalah tersebut, kami menemukan begitu banyak naskah,
baik yang sudah maupun yang belum terbit. Di antara begitu banyak naskah “yang
terserak dan yang tercecer” itulah kami menemukan naskah terjemahan Cinta Pertama ini. Melihat bahwa buku
ini ditulis oleh Maxim Gorky yang notabene berasal dari Rusia, dan didukung
oleh fakta bahwa Pak Koesalah Soebagyo Toer adalah salah satu penerjemah
terbaik Indonesia, terutama menerjemahkan buku-buku sastra dari Negeri Beruang
Merah, kami berpikir tentu ini salah satu terjemahannya. Untuk beberapa lama,
kami terpaku pada pemikiran ini.
Selama beberapa lama kami disibukkan dengan
promosi dan penyebaran buku-buku kami yang sudah terbit. Ketika kami tanyakan
beberapa orang penjual buku, mereka semua belum mengetahui naskah terjemahan
ini pernah terbit di Indonesia. Hal ini tentu sangat menggembirakan kami. Itu
artinya jalan untuk menerbitkan naskah terjemahan ini akan lebih mudah.
Ketika kami membuka kembali naskah
terjemahan ini seluruhnya, barulah kami mengetahui bahwa ternyata bukan Pak
Koesalah Soebagyo Toer yang menerjemahkannya melainkan Pak Ladinata. Kami tidak
berkecil hati. Karena memang semenjak menemukan naskah-naskah dalam komputer
Pak Koesalah Soebagyo Toer, kami memiliki komitmen untuk sesegera mungkin
menerbitkannya.
Pada awalnya, kami berpikir untuk “menahan”
naskah-naskah terjemahan setidaknya hingga tahun 2019. Kami berniat menerbitkan
naskah-naskah lain dari Pak Soesilo Toer dan Pak Koesalah Soebagyo Toer. Namun,
“godaan cinta pertama” seorang Maxim Gorky tak mampu kami tahan. Dia begitu
“seksi” hingga akhirnya hati kami luluh. Kami berpikir, daripada nanti
didahului penerbit lain. Maka, pada suatu hari, kami mencoba menghubungi
penerjemah via email yang tertera di bagian bawah lampiran naskah. Setelah
menunggu sekian lama, email tersebut tidak berbalas. Kami sempat berpikir,
apakah ini suatu pertanda buruk?
Pada suatu malam ketika di Jogja, akhirnya
kami memutuskan untuk menghubungi kontak penerjemah via nomor handphone. Ketika kami misscall, tersambung. Berarti masih
aktif, pikir kami. Kami kemudian memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud
dan tujuan menghubungi penerjemah. Lama kami menunggu pesan balasan. Kembali
pikiran kami tak keruan. Menghabiskan waktu dengan harap-harap cemas menunggu
kepastian soal “naskah seksi” tersebut.
Ketika penerjemah membalas pesan kami, alhamdulillah
beliau merasa sangat senang dengan tawaran kami. Bahkan beliau merasa
tersanjung menerbitkan terjemahannya pada penerbitan milik keluarga besar Toer
ini. Walaupun mengetahui bahwa kami hanyalah penerbit indie abal-abal dengan
julukan penerbit liar, namun tak bisa dimungkiri nama mendiang Pak Koesalah
Soebagyo Toer masih mempunyai pengaruh besar di mata pecinta sastra Tanah Air.
Penerjemah menceritakan kepada kami bahwa
sebenarnya “naskah seksi” ini sudah pernah dikirim ke penerbit besar di Jakarta
dan Jogjakarta, namun pihak penerbit menginginkan dilakukan penyuntingan secara
radikal. Jurang perbedaan ini sangat mengganggu penerjemah. Penerjemah tidak
ingin hal demikian terjadi. Penerjemah merasa tugasnya adalah menerjemahkan,
bukan menyadur atau mengarang, sesuatu hal yang diinginkan dari pihak penerbit
besar tersebut.
Entah ini rezeki kami selaku penerbit, atau
memang si “seksi” ini dan sang penerjemah berjodoh dengan kami, entahlah. Yang
jelas, penerjemah dengan senang hati menerbitkan Cinta Pertama di Pataba Press
dengan syarat tidak diubah secara radikal dan menunggu keputusan dari
penerjemah pada bulan Maret, mengingat naskah terjemahan ini ingin dijadikan
sebagai bahan penelitian. Tentu saja dengan senang hati kami menyanggupi. Kami
selaku penerbit berpikir bahwa tugas kami adalah untuk menerbitkan naskah
penulis atau penerjemah sebaik mungkin, bukan untuk mengubah naskah tersebut. Soal
diterima dengan baik atau tidak, itu menjadi kewenangan pembaca. Biar nanti
waktu yang akan menjawab, apakah naskah tersebut diterima pembaca atau tidak,
bukan kami yang harus menjawab, melainkan pembaca. Kami percaya dengan
kata-kata Chairil Anwar: “Semua berhak dapat tempat.” Dan prinsip itu kami
pegang sebagai penerbit indie liar sampai saat ini.
Naskah segera kami cetak untuk dikoreksi
oleh Pak Soesilo Toer yang memang gaptek – tidak memakai komputer apalagi
laptop. Begitu kami kembali ke Blora, segera naskah kami berikan dan dalam dua
hari selesai dikoreksi. Memang Pak Soesilo mengaku ada beberapa kata yang tidak
dimengerti. Melihat pada kata tersebut, nampaknya bukan kata bahasa Indonesia,
melainkan Malaysia. Kebetulan kami menjalin kerja sama dengan penerbit dan
penjual buku dari Malaysia. Dia adalah Zaidi Musa, pemilik penerbitan Kedai
Hitam Putih dari Kelantan. Beberapa kata yang tidak kami mengerti kami tanyakan
dan dia menjelaskan makna atau padanannya dalam bahasa Indonesia. Walaupun ada
beberapa kata yang dia juga tidak mengerti, namun bantuannya sangatlah membantu
kami lebih memahami isi buku ini. Pak Soesilo Toer sendiri mengaku bahwa gaya
menulisnya memang seperti Maxim Gorky, persis seperti terjemahan Cinta Pertama ini. Jadi, tanpa melakukan
koreksi radikal terhadap cerita Maxim Gorky ini, kita dapat mengetahui, O,
seperti inilah gaya tulisan Maxim Gorky sebenarnya.
Dengan sabar kami menanti keputusan dari
penerjemah. Mengulang kembali saat-saat menunggu dengan harap-harap cemas
menanti kepastian. Mungkin kami juga harus mempersiapkan diri kalau
sewaktu-waktu terkena serangan jantung karena keputusan yang kami terima
tiba-tiba saja jauh dari yang kami harapkan.
Semua kekhawatiran itu sirna ketika pagi
ini penerjemah menghubungi kami. Beliau
menanyakan perihal apakah Pak Soesilo Toer sudah selesai menyunting si “naskah
seksi” dan kami mengirimkan naskah yang sudah dikoreksi oleh Pak Soesilo Toer
beserta dengan catatan koreksi yang kami lakukan. Syukur alhamdulillah, sang penerjemah
merasa senang sekali dengan hasil koreksi Pak Soesilo Toer. Beliau juga senang
lantaran Pak Soesilo Toer mengoreksi dengan menggunakan padanan kata dalam
bahasa Indonesia agar lebih dimengerti pembaca. Kami selaku penerbit pun merasa
begitu berbahagia bisa memperkaya kesusasteraan Indonesia dengan karya-karya
terjemahan Rusia. Bagi kami, ini adalah sebuah awal yang begitu baik untuk
menerbitkan karya-karya sastra dunia lainnya. Semoga ke depannya kami bisa
menjadi penerbit yang lebih baik daripada sekarang. Penerbit yang bukan hanya
mengejar keuntungan semata, namun bisa memiliki sumbangsih untuk keluarga,
lingkungan, masyarakat, bangsa dan negara, lebih-lebih dunia. Amin.
Dalam pengantar ini kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada Pak Ladinata yang telah mempercayakan kami
untuk menerbitkan naskah terjemahannya, kepada Zaidi Musa yang telah membantu
mengartikan kata-kata yang tidak kami mengerti, kepada Pak AC Andre Tanama yang
telah “mengubah” sketsa Kamiskaya untuk “menyatukan” Maxim Gorky dengan cinta
pertamanya, Olga Yulievna, kepada semua kawan-kawan yang telah membantu Pataba
Press tanpa bisa kami sebutkan satu per satu, dan tentu saja tak boleh kami
lupakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mendiang Pak Koesalah
Soebagyo Toer dan keluarga yang telah mengizinkan kami “membajak” komputer
sehingga naskah ini kami temukan dan sekarang bisa kita baca bersama-sama. Akhir
kata, kami selaku penerbit mengucapkan selamat membaca. Selamat mencari cinta
pertama.
Blora, 10 Februari 2017, 20:50
CINTA PERTAMA
“Dapatkah kau rasakan betapa aku mencintaimu?
Aku tidak pernah bisa mengalami begitu banyak kegembiraan, sebanyak seperti
yang aku rasakan ketika denganmu. Ini sungguh benar: percayalah! Tidak pernah
aku mencintai dengan begitu penuh rasa kasih, dengan begitu penuh kelembutan,
juga dengan begitu senang hati. Dengan perasaan takjub, bersamamu, aku merasa
baik-baik saja...”
Spontanitas yang Maxim Gorky perlihatkan
menghajar saya sebagai sesuatu yang sangat unik
Stefan Zweig
–
Inilah karya Maxim Gorky yang banyak dipuji
orang karena keindahan dan melankolitasnya. Penuh dengan data yang jarang
ditemukan orang. Sebuah karya yang berkiblat pada kepincangan sosial pada
umumnya.
Soesilo Toer
–
Penulis: MAXIM GORKY
Penerjemah: LADINATA
Penyunting: SOESILO TOER
Penerbit:
PATABA PRESS
Cetakan Pertama: Maret, 2017
Tebal Buku: xx + 104 halaman,
14 x 21 cm
ISBN: 978-602-60211-8-2
Harga: Rp. 50.000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar