Sebagian
tulisan dalam buku ini sebelumnya sudah pernah terbit dengan judul Surat dari Madura untuk Negeri Edisi 1,
namun dicetak dalam jumlah terbatas. Untuk kalangan sendiri. Sebagian besar
orang yang berkesempatan membaca berkomentar kalau “aliran” yang diambil oleh
penulis sulit dimengerti. Mungkin sama seperti halnya Trisnojoewono atau
Afrizal Malna yang karya-karyanya sulit untuk dicerna kebanyakan orang. Karena
memang, dalam menilai sebuah karya seni, atau seniman itu sendiri, tidak bisa
kita menilainya menggunakan sudut pandang kebanyakan orang pada umumnya. Para
seniman itu hidup dalam dunianya sendiri, yang mungkin saja berbeda dimensi
dengan sebagian besar orang, dan bila hendak menilainya, maka kita harus ikut
masuk ke dalam dunia seniman itu beserta dengan dimensinya. Tidak mudah memang,
namun memang harus seperti itu. Dan tugas kami sebagai penerbit adalah
menunjukkan kepada dunia pada umumnya: seperti inilah dunia menurut pemikiran
Mohammad Ij paling indah. Itulah dunianya dengan segala kebaikan dan
keburukannya, positif-negatifnya, hitam-putihnya, dan segala hal yang akan membentuk
keseimbangannya sendiri. Kita tidak bisa memaksakan agar dia memasuki dunia
yang kita senangi dan sukai.
Pernah
Chairil Anwar berkata “Semua berhak dapat tempat,” sementara Pramoedya Ananta
Toer berkata, “Tulislah apa pun, suatu saat pasti berguna,” dengan berdasar
pada kedua kata-kata dari seniman kelas wahid Indonesia tersebut, maka penerbit
berusaha membantu semaksimal mungkin untuk “memberikan tempat” kepada Mohammad
Ij dalam dunia sastra tanah air yang semakin kaya dan variatif. Bahkan untuk
mulai menulis, memamerkan sebuah karya, sampai menerbitkannya jelas membutuhkan
sebuah perjuangan dan tentu saja keberanian tersendiri. Berani malu, jelas. Penerbit
percaya bahwa semua tulisan pasti memiliki kegunaan, tinggal bagaimana pembaca
yang menilai karya tersebut. Apakah bisa mengambil pelajaran dari buku yang
dibacanya itu atau tidak. Tidak ada karya sampah, tapi manusia sampah banyak
dan di mana-mana. Kalau sebuah karya baik, tentu akan bertahan lama, akan
abadi, sampai jauh di kemudian hari. Dan saat ini penerbit belum bisa
memastikan, apakah tulisan dari Mohammad Ij termasuk karya yang baik, silakan pembaca
sendiri yang menilainya, dan waktu yang akan memberikan jawaban.
Pada
kesempatan kali ini, kami menerbitkan ulang buku Surat dari Madura untuk Negeri Edisi 1 dengan ditambah Surat dari Madura untuk Negeri Edisi 2 yang kami gabung dengan judul baru Surat dari Timur Jawa dengan harapan
agar lahir penulis-penulis muda berbakat lainnya yang selama ini belum atau kurang
mendapat tempat agar namanya lebih dikenal masyarakat. Semoga saja akan lahir
Chairil-Chairil dan Pram-Pram lainnya dikemudian hari agar Indonesia berbudaya
dan semakin kaya, juga untuk mematahkan ramalan yang mengatakan bahwa penulis
seperti Pramoedya Ananta Toer hanya lahir sekali dalam seabad. Karena masa
depan adalah sesuatu hal yang tidak bisa kita ramalkan. Dan tentu saja dengan
penerbitan buku ini juga untuk mewujudkan moto Pataba itu sendiri, “Masyarakat
Indonesia maju adalah masyarakat Indonesia membaca menuju masyarakat Indonesia
menulis.” Semangat membaca, dan semangat menikmati.
Blora, 16 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar